Srintil
sakit untuk waktu yang cukup lama. Hanya bayi yang bernama Goder yang
dapat menyembuhkannya. Srintil kembali sehat dan kini wajah dan bentuk
tubuhnya sangat menarik perhatian orang-orang yang melihatnya. Suatu
hari Pak Marsusi datang lagi ke rumah Kertareja, Srintil pun mau
menemuinya. Namun Srintil tetap dengan menggendong Goder. Srintil ingin
diajak pergi jalan-jalan, tapi menolak. Pak Marsusi yang datang dengan
membawa kalung emas kecewa dan marah besar. Nyai Kertareja pun memarahi
Srintil dan menyinggung tentang orang tua Srintil yang telah tiada. Hal
ini membuat Srintil bersedih.
Sakarya
merasa Dukuh Paruk akan kehilangan pamornya. Pikiran Sakarya bertambah
kacau karena hampir setiap hari ada kejadian-kejadian aneh. Ia pun pergi
ke makam Ki Secamenggala untuk memberi sesaji. Suatu hari pak Ranu
datang untuk meminta Srintil untuk menari di hari perayaan Agustusan.
Srintil masih bimbang akan permintaan Pak Ranu. Srintil kasihan melihat
keadaan ekonomi keluarga Sakum yang serba kekurangan semenjak tidak ada
pementasan. Sakum dengan yakinnya meyakinkan kepada Srintil bahwa indang ronggeng masih bersemayam dalam diri Srintil dan meminta Srintil untuk melupakan Rasus.
Di
suatu tempat, Pak Marsusi sedang bingung dihadapan Pak Tarim. Niatnya
untuk menghabisi nyawa Srintil melalui guna-guna tidak terlaksana. Ia
lebih memilih untuk membalas rasa malu dengan rasa malu juga. Kabar
gembira cepat tersiar, Srintil akan kembali menari dalam acara
Agustusan. Hanya Sakarya yang merasa agak risau karena permintaan yang
aneh-aneh dari pihak panitia di antaranya meminta Kertareja mengubah
beberapa bait dalam lagu-lagu yang akan dinyayikan dengan kata “rakyat
dan revolusi”.
Srintil
dengan usianya delapan belas tahun akan menghibur Dawuan. Tapi Sakarya
dan Kertareja bingung karena mereka tidak diperbolehkan membakar sesaji.
Akhirnya Sakarya pergi menjauh dan membakar sesaji secara tersembunyi.
Saat pentas semua orang nampak gembira, Srintil pun ikut merasakannya.
Namun Sakum yang dalam keadaan buta bisa merasakan bahwa gerakan tarian
Srintil lebih kepada emosi. Srintil dalam tariannya merasa bahwa ia
tidak lagi bersedih karena Rasus telah pergi. Srintil tergugah hatinya
ketika melihat sosok pemuda bernama Tri Murdo. Kejadian yang tidak
disangka datang, srintil mendadak sesak nafas berulang kali hingga
akhirnya pentas berakhir. Kertareja yang merasa janggal, pergi ke
kerumunan orang. Ia mendapati Pak Marsusi yang sedang menyamar. Ternyata
Pak Marsusi orang yang membuat Srintil sesak nafas dengan jimatnya.
Suatu
hari datang seorang yang kaya raya bernama Sentika dari Alas Wangkal.
Sentika ingin meminta Srintil untuk menari di rumahnya dan ingin Srintil
menjadi gowok untuk anak laki-lakinya. Srintil mau menerima
tawaran itu. Melihat Waras anak Sentika Srintil tertawa karena ternyata
Waras mengalami keterbelakangan mental. Ini menjadi tantangan tersendiri
bagi Srintil untuk menjadi gowok. Malam hari ketika pentas, Srintil
mencoba memancing birahi Waras tetapi tidak berhasil. Suatu hari Sentika
dan Istrinya meninggalkan Waras untuk tinggal berdua bersama Srintil.
Setiap hari Srintil harus mengajari Waras tentang bagaimana pekerjaan
laki-laki dan suami, namun yang terjadi sangat mengecewakan. Waras tidak
memiliki tenaga layaknya lelaki, lebih lagi nafsu birahi. Bagi Srintil
menjadi gowiok adalah pengalaman yang tidak terlupakan.
Tahun
1964Dukuh Paruk menjadi sangat miskin. Pentas ronggeng jarang
terdengar. Tetapi suatu hari datang tawaran dari Pak Bakar, seorang dari
partai tertentu. Ronggeng kembali sering dipentaskan demi untuk meraih
simpati masyarakat. Sakarya dan Kertareja tidak bisa menolak permintaan
Pak Bakar karena ingin membalas budi, sebab kini rombongan ronggeng
telah diberi alat-alat elektronik untuk pementasan. Suatu malam ketika
sedang pentas, ada banyak penonton mabuk dan kesurupan. Mereka yang
kesurupan merusak sawah yang sedang mau panen. Terjadilah tawuran antara
petani dan perusak padi tersebut. Kejadian ini membuat Srintil dan
rombongannya memutuskan untuk tidak lagi pentas di acara Pak Bakar.
Suatu
pagi warga Dukuh Paruk marah, makam Ki Secamenggala dirusak. Mereka
mendapati sebuah caping hijau tergeletak disemak-semak. Mereka menduga
orang dari partai yang masanya sering mengenakan caping tersebut sebagai
pelakunya. Orang dri partai tersebut memang tidak suka dengan segala
kegiatan warga Dukuh Paruk. Atas kejadian ini, Srintil dan rombongannya
kembali mau meronggeng. Srintil ingin menunjukkan perlawanan bagi partai
yang merusak makam leluhurnya.
Senja
di Dukuh Paruk disambut keributan besar. Hampir semua rumah di Dukuh
Paruk terbakar habis. Sementara Srintil, Kertareja beserta istrinya, dan
Sakarya ditangkap polisi karena diduga terkait gerakan Pak Bakar yang
dilarang pemerintah. Orang-orang Dukuh Paruk tidak ada yang mengetahui
bahwa mereka menjadi korban fitnah Pak Bakar dan di dalam penjara
Srintil sangat tersiksa, ia harus menjadi korban atas kekejaman para
aparat.
Novel Lintang Kemukus Dini Hari karya Ahmad Tohari dapat didownload disini.
0 komentar:
Posting Komentar